Minggu, 06 Juli 2014

Tugas 12 Review Akuntansi Internasional

MAKALAH
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
 

AKUNTANSI INTERNASIONAL #
Disusun Oleh :
Wiwik Dyah Kurniawati                         ( 28210569 )
Chandra DwiPutri                                      ( 21210550 )
Eka Sari Tilawati                                          ( 22210296 )
Monalisa Oktavia                                         ( 24210516 )
Safira Shafa                                                ( 26210323 )
Santi Santini                                                ( 26210362 )
Satuni                                                           ( 26210417 )
Tia Sri Rejeki Manik                                   ( 29210543 )

4 EB 20
A.               PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG
Indonesia adalah bagian dari dunia internasional, setiap negara dipastikan menjalin hubungan dengan negara lainnya guna mengadakan transaksi-transaksi yang saling menguntungkan antar negara. Transaksi internasional berupa impor barang dari luar negeri, ekspor barang ke luar negeri, adalah merupakan bagian dari transaksi perdagangan internasional. Transaksi tersebut tentu mengakibatkan salah seorang penduduk dari salah satu negara tersebut memperoleh penghasilan. Penduduk yang memperoleh penghasilan tersebut di sebut aubjek pajak, sedangkan hasil yang diperoleh adalah obyek pajak.
Disamping kerjasama ekonomi berupa perdagangan, kerjasama antar negara juga menyangkut kerjasama lainnya seperti kerjasama keamanan dan kerjasama dibidang sosial budaya lainnya.
Setiap kerjasama tersebut tentu harus disepakati antar negara tersebut guna mencapai komitmen bersama, dalam bentuk perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan antar negara tersebut, tidak terkecuali yang terkait dengan aspek perpajakan.
Setiap penduduk asing di seluruh dunia, Tidak ada larangan jika mereka ingin melakukan usaha di Indonesia dan bekerja di Indonesia atau menanamkan modal di Indonesia, atas hasil yang diterima penduduk asing tersebut, dapat dikenakan pajak di negara Indonesia. Pengenaan pajak yang dilakukan di Negara Indonesia dapat dilakukan dengan kewenangan yang dimiliki Negara Indonesia sebagai pemegang kedaulatan hukum dan wilayah, namun demikian juga harus mempertimbangkan aspek perekonomian nasional dan hubungan kerjasama antar negara.
Transaksi antar ke dua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat investasi penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku di suatu negara, dimana setiap negara dipastikan mengatur adanya pajak di wilayah kedaulatan negara tersebut. Namun apakah setiap negara bebas melakukan penghitungan pajak untuk badan / warga negara lain? Pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara mau tidak mau harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang sering disebut Konvensi Wina.
Pengetahuan masyarakat atau wajib pajak tentang pajak internasional dirasa kurang memadai, karena hanya sedikit jumlah wajib pajak yang terlibat dalam transaksi internasional. Sebagian masyarakat atau wajib pajak yang tidak memahami pajak internasional mungkin wajar, karena penduduk Indonesia umumnya bukan subjek pajak yang terkait dengan aspek pajak internasional. Akan tetapi alangkah bagusnya jika kita mau mempelajari tentang perpajakan yang terkait dengan penghasilan penduduk kita di negara lain, atau penduduk negara lain apabila memperoleh penghasilan di negara kita, hal ini guna menambah wawasan atau pengetahuan manakala kelak atau saat ini kita bersinggungan atau bahkan berkaitan langsung dengan subjek pajak yang berasal dari negara lain.
Untuk itu, penulisan buku ini hanya merupakan sebuah pengantar tentang perpajakan internasional yang menyangkut tentang perpajakan internasional di negara Indonesia.
B.               HUKUM INTERNASIONAL
Sebelum memahami tentang pengertian pajak internasional, maka sebaiknya kita harus mengerti tentang pengertian hukum internasional, karena pemberlakuan pajak tidak lepas dari ketentuan hukum formal negara tersebut.
Sumber hukum internasional menurut piagam Mahkamah internasional adalah:
a)      perjanjian internasional baik yang bersifat umum maupun khusus.
b)      kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah diterima sebagai hokum.
c)      prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab.
d)     keputusan pengadilan dari ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebaga sumber tambahan untuk menetapkan kaidah hukum.
Hukum internasional dalam arti luas yaitu termasuk pengertian hukum bangsa-bangsa, sebaliknya arti yang sempit mengatur hubungan antara negara-negara. Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional.
Dengan demikian sebelum kita memahami pengertian pajak internasional, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui kaedah hukum internasional, karena perpajakan merupakan bagian aturan negara nasional dan untuk menerapkan ke masyarakat internasional harus mengikuti hukum internasional yang berlaku antar negara.
Negara Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena ia telah mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina. Konvensi internasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat antarnegara yang ikut menandatangani tersebut, hal ini karena:
a)      hukum internasional merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi dari pada hukum nasional, karena menyangkut kepentingan lebih banyak masyarakat internasional;
b)      hukum internasional merupakan kehendak negara itu sendiri pada hukum internasional, dan juga merupakan kehendak bersama;
c)      kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu mutlak untuk dapat terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat.
Oleh karena itu, jika Negara Indonesia mengadakan tax treaty (perjanjian penghindaran pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita, namun juga karena ada asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang mengadakan perjanjian tersebut.
Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional tidak bisa menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat Indonesia telah berhubungan dan memperoleh penghasilan di negara lain tersebut. Atau Indonesia juga tidak dapat menerapkan perpajakan terhadap kedutaan karena terikat dengan konvensi internasional, meskipun belum mengadakan tax treaty asalkan ada asas timbal balik. Oleh karena itu hukum internasional, baik diatur secara khusus atau tidak, jika telah disepakati dalam dunia internasional mau tidak mau, Indonesia harus tunduk dan patuh akan hal tersebut, tidak terkecuali dalam hal perpajakan.
C.               HUKUM PAJAK INTERNASIONAL
Setelah memahami hukum internasional, maka diperlukan pemahaman berikutnya mengenai definisi pajak dan hukum pajak. Menurut Seligman, pajak adalah suatu sumbangan paksaan dari perorangan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran yang bertalian dengan kepentingan orang banyak (umum), tanpa dapat ditunjukkan adanya keuntungan khusus terhadapnya.
Pengertian Hukum Pajak internasional
Ottmar Buhler membagi hukum pajak internasional dalam arti sempit dan hukum pajak internasional dalam arti luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit    adalah kaedah-kaedah norma hukum perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum internasional), sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas ialah kaedah-kaedah hukum antar bangsa ini ditambah peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum perselisihan, khususnya tentang perpajakan.
Teicher memberikan    kesimpulan bahwa dalam hokum pajak internasional dalam arti luas termasuk sebagai berikut :
a. hukum pajak internasional dan nasional;
b. hukum yang mengatur perjanjian pajak untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain perjanjian internasional;
c. bagian dari hukum antar bangsa yaitu :
i). peraturan hukum yang mengandung soal-soal pajak dalam hukum internasional / antar bangsa yang diakui secara umum;
ii). keputusan pengadilan internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan;
iii). apa yang telah berkembang sebagai hukum pajak pada masyarakat internasional (tertentu) seperti supranationales steuerrecht.
Menurut Rosendorff, hukum pajak internasional sebagai keseluruhan hukum pajak nasional dari semua negara yang ada di dunia.
Menurut PJA Adriani, hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internasional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari pada pengertian pajak ganda dan hukum pajak nasional itu termasuk di dalam hukum pajak internasional. Hukum pajak internasional merupakan suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional mengenai :
a. pengenaan pajak terhadap orang-orang luar negeri;
b. peraturan peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda;
c. traktat-traktat.
Menurut Negara-negara Anglo Sakson, hukum pajak internasional dibagi sebagai berikut :
1. hukum pajak nasional mengatur hukum pajak luar negeri (national external tax law):
2. hukum pajak luar negeri (foreign tax law);
3. hukum pajak internasional (internasional tax law).
National External Tax Law
National external Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat  ketentuan-ketentuan mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai objeknya (sumber ada di luar negeri) maupun mengenai subjeknya (subjek ada di luar negeri).
Foreign Tax Law
Foreign tax law ialah keseluruhan perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari negara-negara yang ada di seluruh dunia.
Internasional Tax Law
Internasional tax law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan hukum antar negara seperti traktat-traktat, konvensi, dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling mempunyai kepentingan.
Sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh negara-negara di dunia, maupun                                kaedah-kaedah nasional yang mempunyai sebagai objeknya pengenaan pajak dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan hukum antara dua negara atau lebih.
Dari beberapa pendapat tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
i). hukum pajak internasional adalah merupakan hukum yang lebih luas baik ruang lingkup, kewenangan, dan kedudukannya;
ii). hukum ini mengatur perjanjian seluruh negara yang terkait satu sama lain dengan negara domisili;
iii).hukum pajak nasional adalah merupakan bagian dari hukum pajak internasional, dimana ketentuan hukum pajak nasional bila telah diatur dalam hukum pajak internasional tentang hal tersebut, maka ketentuan hukum pajak internasional yang digunakan;
iv).hukum pajak internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai negara, dimana hukum tersebut juga diberlakukan pada hukum pajak nasional;
v). hukum pajak internasional dalam arti sempit adalah hukum pajak internasional yang mengatur kedua negara yang saling berkepentingan, sedangkan hukum pajak internasional dalam arti luas adalah hukum pajak internasional yang berlaku bagi seluruh negara.
Sumber-Sumber Hukum Pajak internasional
Sumber-sumber hukum pajak internasional terlalu luas jika ingin kita kaji, sehingga dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia, sumber-sumber hukum tersebut antara lain :
A. Kaedah hukum pajak nasional / unilateral yang mengandung unsur asing, antara lain :
a.Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang    pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
b.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2 UU PPh) tentang: Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentuk usaha Tetap (BUT);
c.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak;
d.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5 (2) UU PPh) tentang: Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subjek Pajak Usaha Tetap;
e.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18 UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Bilamana Terdapat Ketidakwajaran dalam Perpajakan;
f.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24 UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri;
g.Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 26 UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
B. Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat:
a.Perjanjian bilateral;
b.Perjanjian ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), yang sampai ditulisnya buku ini sudah ada 56 P3B;
c.Perjanjian multilateral.
Perjanjian ini seperti Konvensi Wina.
C. Keputusan Hakim Nasional atau komisi internasional tentang pajak-pajak internasional.
Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut tentang perpajakan internasional, atau Keputusan Pengadilan Internasional Den Haag yang memuat soal-soal perpajakan.
Berdasarkan Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Dalam penjelasannya, perjanjian ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing negara. Atas dasar tersebut maka Negara Indonesia mengakui Konvensi Wina tahun 1961 (CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Menurut Rochmat Soemitro, dalam hukum pajak internasional mencakup juga perjanjian bilateral perpajakan yang disebut dengan istilah ”traktat antar negara untuk mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukkan adanya unsur-unsur asing, baik mengenai subjeknya maupun mengenai objeknya”.
Kekuasaan negara itu tidak hanya menciptakan UU Pasal 23 ayat 2 UUD 1945,      namun kekuasaan        ini                juga           tercermin          dalam mana negara mempertahankan kedaulatan negara dimana tidak ada hukum internasional mana atau oleh siapa yang dapat membatasi wewenang ini.
Apabila negara kita tidak tunduk dan patuh terhadap hukum internasional, maka negara kita akan diberikan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi tersebut, dalam hal demikian Indonesia akan dikucilkan dalam dunia internasional dan berdampak terhadap perekonomian negara Indonesia secara keseluruhan, sehingga mau tidak mau Indonesia harus turut serta menjalankan konvensi tersebut.
D.               PAJAK INTERNASIONAL
Definisi pajak internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik ini belum ada. Penulis bersama dengan Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, memberanikan            diri                             untuk          mendefinisikan tentang    pengertian pajak internasional berdasarkan uraian sebelumnya.
Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).
Dengan demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadap badan atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral (dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan negara asal atau penduduk asing tersebut.
Dalam menulis buku ini, penulis akan membahas tentang perjanjian bilateral dan konvensi internasional yang terkait dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda negara Indonesia dengan menggunakan pendekatan model OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), UN (United Nations) Model dan Indonesia Model.
E.               KESIMPULAN
Untuk memahami perpajakan internasional, maka sebaiknya harus dipahami sebab-sebab timbul perpajakan internasional, apa yang menyebabkan perpajakan internasional perlu diatur, dan mengapa harus dijalankan, serta apa yang mendasari kekuatan hukum untuk menjalankannya.
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara. Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional.
Hukum pajak internasional ialah keseluruhan peraturan yang mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur tentang hak pengenaan pajak di masing-masing negara. Pengertian hukum pajak internasional itu merupakan suatu pengertian yang menggabungkan dari pada pengertian pajak ganda dan hukum pajak nasional.
Pajak internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dan pelaksanaannya dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar