Nama: Eka Sari Tilawati
Kelas :
4 EB 20
NPM :
22210296
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Masing-masing negara berhak untuk menentukan pajak dalam batas kenegaraannya yang mengakibatkan perbedaan perpajakan di tiap-tiap negara, selain juga disebabkan perbedaan budaya dan pemaksaan pajak. Perbedaan tersebut meliputi perbedaan dalam penentuan pajak dan penentuan biaya.
Keseimbangan dan netralitas
Prinsip
equity menyatakan dalam kondisi sama pembayar pajak hendaknya dibebankan pajak
yang sama sedang netrality menyatakan pengaruh pajak hendaknya tidak memiliki
imbas dalam pengambilan keputusan bisnis.
Sumber pendapatan
Sumber
pendapatan dikelompokkan dalam dua kelas yaitu sumber pendapatan dalam negeri
dan luar negeri. Sumber pendapatan luar negeri adalah hasil ekspor barang dan
jasa termasuk dari cabang di luar negeri dan dikenai pajak pada saat pendapatan
diakui. Pajak cabang LN dapat dikenakan dengan menggunakan dua metode yaitu
pendekatan teritorial dan worldwide. Pendekatan teritorial berprinsip pajak
dikenakan di negara asal di mana pendapatan di dapat. Pendekatan worldwide
dikenakan baik pada penghasilan dalam maupun luar negeri (pajak berganda).
Penentuan biaya
Penentuan
biaya berpengaruh pada besar pajak. Jika R dan D dikapitalisasi maka pajak
penghasilan akan berlangsung selama masa pengakuan nilai sampai habis dalam
penghapusannya. Jika diperlakukan sebagai biaya hanya berpengaruh pada periode
tertentu sehingga berdampak pada pajak langsung. Perbedaan penentuan umur aset
akan menentukan besar biaya. Aset didepresiasi lebih pendek berakibat pada
biaya menjadi lebih besar dan pajak lebih kecil.
Tipe-tipe pajak
1. Corporate Income Tax, dua pendekatan
yang digunakan sistem klasik yaitu pajak dikenakan jika penghasilan sudah
diterima dan dicatat subyek pajak. Dan sistem integral yaitu mengeliminasi
pajak berganda lewat dua metode yakni split rate dan imputansi.
2. With Holding Tax, penghasilan yang
dihasilkan perusahaan anak di LN dikenakan pajak negara itu, sedang dividen
yang dikirim ke perusahaan dikenakan pajak negara tempat perusahaan induk
berada.
3. Indirect Tax, pajak tidak langsung
dikenal sebagai pajak pertambahan nilai. Konsep mendasari adalah bahwa pajak
dikenakan pada tiap tahap produksi. Pertambahan nilai didapat dari penghasilan
barang dikurang nilai input, tetapi PPn bukan pajak penjualan.
Perencanaan pajak internasional
Ekspor,
FSC memberi kesempatan dan menyediakan keuntungan pajak. Jika perusahaan
menentukan lisesnsi untuk teknologi LN harus memperhatikan with holding tax dan
tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Cabang, kerugian umum terjadi pada tahun pertama dan digunakan perusahaan induk untuk mengurangi beban pajak. Perusahaan anak, keuntungan anak perusahaan belum dikenakan pajak sebelum dibagikan dalam bentuk pendapatan ke perusahaan induk tapi kerugian tak dapat dikompensasi ke perusahaan induk. Lokasi untuk operasi LN, berhubungan dengan insentif pajak, tarif pajak, dan tax treaty.
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur
netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality
(Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang
dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di
dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri,
beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini
akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality
(Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan
pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan
dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini
melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN)
terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat
berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari
peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality: Setiap
negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada
pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya
pengurang laba.
Mengapa
terjadi pemajakan berganda internasional?
Pemajakan
berganda terjadi karena benturan antar klaim pemajakan. Hal ini karena adanya
prinsip pemajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle)
dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh
negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial
(source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber
penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan
pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua
kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya
cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus
Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam
negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia. Bentokran klaim lebih
diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama
mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang
menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di
Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke
rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura
sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya
pada Indonesia maupun Singapura.
Apa
saja upaya untuk menghindari pemajakan berganda internasional?
1.
Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu
perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan
investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber
hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset
tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa
tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya
boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT.
Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak
memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
2.
Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar
negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di
Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya
sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk
semua penghasilan
Apa
saja masalah-masalah dalam pemajakan internasional?
1.
Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri
ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih
rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih
rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga
yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk
mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT
A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke
B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga
yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah
namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual
rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B
Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak
fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan
DER (Debt Equity Ratio).
2.
Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan
pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak
dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura
dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner
(penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun
PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya
adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
3.
Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak
secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah
membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara
tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina,
Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini
negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance
(penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya.
Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal
18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar