Nama : Eka Sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
Jumlah Utang Pemerintah Indonesia Sebesar Rp 1.676 Triliun
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah per 31 Desember 2010 mencapai Rp 1.676 triliun. Laporan Perkembangan Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Edisi Januari 2011 yang diperoleh di Jakarta, Kamis (27/1/2011), mencatat angka tersebut merupakan angka sangat sementara menggunakan patokan kurs Rp 8.991 per dollar Amerika Serikat.
Jumlah utang pemerintah pusat senilai Rp 1.676 triliun, terdiri dari utang dalam bentuk pinjaman (luar negeri) senilai 68,04 miliar dollar AS (36,5 persen). Sementara itu, utang dalam bentuk surat berharga negara sebesar 118,39 miliar dollar AS atau Rp 1.064 triliun (63,5 persen).
Pinjaman senilai 68,04 miliar dollar AS (Rp 612 triliun) terdiri dari pinjaman bilateral sebesar 41,83 miliar dollar AS, pinjaman multilateral 23,13 miliar dollar AS, pinjaman komersial 3,02 miliar dollar AS, dan pinjaman suppliers 0,06 miliar dollar AS. Sementara itu, surat berharga negara terdiri dari surat berharga negara dalam denominasi valuta asing sebesar 18,02 miliar dollar AS dan dalam denominasi rupiah sebesar 100,37 miliar dollar AS.
Jika dirinci berdasar negara/lembaga kreditornya, pinjaman luar negeri sebesar 68,04 miliar dollar AS yang terdiri dari pinjaman Jepang sebesar 30,49 miliar dollar AS (44,8 persen), Bank Pembangunan Asia 11,15 miliar dollar AS (16,4 persen), Bank Dunia 11,37 miliar dollar AS (16,7 persen), dan lainnya 15,05 miliar dollar AS (22,1 persen).
Dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2009, posisi utang pemerintah per 31 Desember 2010 menunjukkan kenaikan. Total utang pemerintah pusat per 31 Desember 2009 mencapai Rp 1.590,66 triliun atau 169,22 miliar dollar AS (kurs Rp 9.400 per dollar AS) yang terdiri dari pinjaman sebesar 65,02 miliar dollar AS (Rp 611 triliun) dan surat berharga negara sebesar 104,20 miliar dollar AS (Rp 979 triliun).
Penerbitan surat berharga negara selama 2010 terutama di pasar domestik antara lain untuk refinancing utang lama, mengurangi pinjaman luar negeri, dan untuk mengembangkan pasar keuangan domestik. Sementara itu, pinjaman luar negeri pada 2010 naik dibandingkan 2009 terutama karena volatilitas nilai tukar rupiah terhadap berbagai denominasi mata uang dalam pinjaman luar negeri.
Minggu, 03 April 2011
Tugas minggu 12 " perekonomian Indonesia"
Nama : Eka Sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
KEBIJAKAN EKSPOR PEMERINTAH UNTUK MENANGGULANGI KONDISI EKONOMI SAAT INI
Indonesia hanya memiliki rasio ekspor terhadap PDB sekitar 30 persen sebelum terjadinya krisis global, suatu rasio yang hanya sedikit lebih baik dibandingkan India.
Itulah sebabnya dampak krisis global terhadap perekonomian Indonesia relatif terbatas. Meskipun demikian, merupakan suatu hal yang menarik untuk melihat lebih jauh apa yang terjadi terhadap perkembangan ekspor kita selama tahun-tahun krisis tersebut. Itulah sebabnya, angka ekspor Indonesia di bulan Desember 2009 lalu merupakan data yang sangat penting. Dalam pengumuman angka ekspor - impor tersebut, kejutan paling penting adalah bahwa ekspor bulan Desember 2009 ternyata mencapai rekor baru, yaitu sebesar USD13,33 miliar.Angka ini melampaui pencapaian tertinggi sebelumnya pada Mei 2008 yang mencapai USD12,89 miliar.
Kita mengetahui, Mei 2008 adalah bulan di mana harga-harga komoditas berada di sekitar puncaknya. Ini berarti angka ekspor hampir USD13 miliar itu sebagian di antaranya akibat kenaikan harga komoditas yang sangat tinggi. Adapun harga komoditas pada Desember 2009 berada pada tingkat yang jauh lebih rendah sebagaimana ditunjukkan harga minyak yang hanya mencapai sekitar USD70 - 80 per barel dibandingkan USD140 pada pertengahan 2008. Oleh karena itu, kinerja ekspor pada Desember 2009 merefleksikan pencapaian volume ekspor yang lebih besar. Ini berarti dampak ekspor terhadap kontribusi pertumbuhan PDB menjadi lebih signifikan lagi pada Desember 2009.
Yang juga menarik, dalam laporan tersebut termuat pencapaian ekspor tiga komoditas penting, yaitu batu bara, kelapa sawit, dan karet. Ketiga komoditas tersebut sering saya gunakan sebagai pembanding kebangkitan sektor komoditas Indonesia.Pada 2008, ketiga komoditas tersebut menghasilkan ekspor sekitar USD34 miliar. Angka ini lebih besar dibandingkan nilai ekspor minyak dan gas yang mencapai sekitar USD29 miliar. Pada 2009,total ekspor batu bara, kelapa sawit, dan karet kembali mencapai hasil sekitar USD31 miliar, tetapi dengan sedikit perubahan komposisi, yaitu batu bara melampaui nilai ekspor kelapa sawit.
Adapun nilai ekspor minyak dan gas menurun jauh menjadi hanya sekitar USD19 miliar. Ini berarti pencapaian ekspor ketiga komoditas penting tersebut didukung volume yang lebih besar dan memiliki potensi berkembang lebih jauh. Dengan melihat perkembangan tersebut, kita memiliki dasar yang lebih kuat dalam memprediksi kinerja ekspor pada 2010. Pertama, jika kita melihat perkembangan sepanjang tahun, ekspor 2009yang mencapai USD116 miliar telah mengalami penurunan hampir 15 persen. Penurunan ini jelas tidak kecil, tetapi jauh lebih rendah dibandingkan prediksi awal 2009 lalu yang jauh lebih besar penurunannya.
Oleh karena itu,kalau hanya melihat data tersebut, kita akan memperoleh gambaran yang agak mixedterhadap ekspor. Kedua,jika kita melihat perkembangan ekspor secara kuartalan, kuartal IV/2009 lalu telah memberikan kenaikan sebesar hampir 24 persen terhadap ekspor pada periode yang sama tahun 2008. Angka ini memberikan gambaran yang lebih cerah bagi prediksi ekspor pada 2010. Ketiga, penggunaan data sepanjang tahun 2009 bisa misleading karena ekspor tahun 2009 tersebut mengalami pergeseran (shift) ke bawah dari tren jangka panjang ekspor kita. Dengan melihat data ekspor kuartal IV-2009, kita bisa melihat bahwa perkembangan ekspor Indonesia mulai mengarah kembali ke arah tren jangka panjang meski belum sepenuhnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, saya memprediksi ekspor kita dengan menggunakan titik tolak kinerja ekspor kuartal IV-2009. Dalam hal ini, prediksi ekspor sepanjang tahun 2010 dapat menggunakan angka tersebut dikalikan empat sehingga memberikan hasil sekitar USD144 miliar atau mungkin untuk konservatifnya dibulatkan ke bawah sehingga menjadi USD140 miliar. Jika kita menggunakan tingkat pertumbuhan lima persen saja dari ratarata ekspor tersebut, akan diperoleh angka ekspor sekitar USD150 miliar. Perkembangan tersebut berarti pertumbuhan tahunan antara 20–30 persen,suatu angka yang mungkin dianggap terlalu optimistis.
Kendati demikian, sebetulnya kalau kita melihat angka tren jangka panjang,ekspor Indonesia pada 2010 seharusnya mencapai lebih dari USD170 miliar, bahkan mungkin mendekati USD200 miliar. Ini berarti prediksi tersebut telah mencerminkan pemulihan sebagian ekspor ke tren jangka panjangnya. Perkembangan ekspor pada kuartal IV-2009 juga menunjukkan kontribusi ekspor terhadap per-tumbuhan PDB pada kuartal IV juga besar. Pertumbuhan ekspor yang mencapai hampir 24 persen pada kuartal tersebut (dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya) semakin memperkuat dugaan saya bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun 2009 sangat mungkin melebihi bayangan kita.
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
KEBIJAKAN EKSPOR PEMERINTAH UNTUK MENANGGULANGI KONDISI EKONOMI SAAT INI
Indonesia hanya memiliki rasio ekspor terhadap PDB sekitar 30 persen sebelum terjadinya krisis global, suatu rasio yang hanya sedikit lebih baik dibandingkan India.
Itulah sebabnya dampak krisis global terhadap perekonomian Indonesia relatif terbatas. Meskipun demikian, merupakan suatu hal yang menarik untuk melihat lebih jauh apa yang terjadi terhadap perkembangan ekspor kita selama tahun-tahun krisis tersebut. Itulah sebabnya, angka ekspor Indonesia di bulan Desember 2009 lalu merupakan data yang sangat penting. Dalam pengumuman angka ekspor - impor tersebut, kejutan paling penting adalah bahwa ekspor bulan Desember 2009 ternyata mencapai rekor baru, yaitu sebesar USD13,33 miliar.Angka ini melampaui pencapaian tertinggi sebelumnya pada Mei 2008 yang mencapai USD12,89 miliar.
Kita mengetahui, Mei 2008 adalah bulan di mana harga-harga komoditas berada di sekitar puncaknya. Ini berarti angka ekspor hampir USD13 miliar itu sebagian di antaranya akibat kenaikan harga komoditas yang sangat tinggi. Adapun harga komoditas pada Desember 2009 berada pada tingkat yang jauh lebih rendah sebagaimana ditunjukkan harga minyak yang hanya mencapai sekitar USD70 - 80 per barel dibandingkan USD140 pada pertengahan 2008. Oleh karena itu, kinerja ekspor pada Desember 2009 merefleksikan pencapaian volume ekspor yang lebih besar. Ini berarti dampak ekspor terhadap kontribusi pertumbuhan PDB menjadi lebih signifikan lagi pada Desember 2009.
Yang juga menarik, dalam laporan tersebut termuat pencapaian ekspor tiga komoditas penting, yaitu batu bara, kelapa sawit, dan karet. Ketiga komoditas tersebut sering saya gunakan sebagai pembanding kebangkitan sektor komoditas Indonesia.Pada 2008, ketiga komoditas tersebut menghasilkan ekspor sekitar USD34 miliar. Angka ini lebih besar dibandingkan nilai ekspor minyak dan gas yang mencapai sekitar USD29 miliar. Pada 2009,total ekspor batu bara, kelapa sawit, dan karet kembali mencapai hasil sekitar USD31 miliar, tetapi dengan sedikit perubahan komposisi, yaitu batu bara melampaui nilai ekspor kelapa sawit.
Adapun nilai ekspor minyak dan gas menurun jauh menjadi hanya sekitar USD19 miliar. Ini berarti pencapaian ekspor ketiga komoditas penting tersebut didukung volume yang lebih besar dan memiliki potensi berkembang lebih jauh. Dengan melihat perkembangan tersebut, kita memiliki dasar yang lebih kuat dalam memprediksi kinerja ekspor pada 2010. Pertama, jika kita melihat perkembangan sepanjang tahun, ekspor 2009yang mencapai USD116 miliar telah mengalami penurunan hampir 15 persen. Penurunan ini jelas tidak kecil, tetapi jauh lebih rendah dibandingkan prediksi awal 2009 lalu yang jauh lebih besar penurunannya.
Oleh karena itu,kalau hanya melihat data tersebut, kita akan memperoleh gambaran yang agak mixedterhadap ekspor. Kedua,jika kita melihat perkembangan ekspor secara kuartalan, kuartal IV/2009 lalu telah memberikan kenaikan sebesar hampir 24 persen terhadap ekspor pada periode yang sama tahun 2008. Angka ini memberikan gambaran yang lebih cerah bagi prediksi ekspor pada 2010. Ketiga, penggunaan data sepanjang tahun 2009 bisa misleading karena ekspor tahun 2009 tersebut mengalami pergeseran (shift) ke bawah dari tren jangka panjang ekspor kita. Dengan melihat data ekspor kuartal IV-2009, kita bisa melihat bahwa perkembangan ekspor Indonesia mulai mengarah kembali ke arah tren jangka panjang meski belum sepenuhnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut, saya memprediksi ekspor kita dengan menggunakan titik tolak kinerja ekspor kuartal IV-2009. Dalam hal ini, prediksi ekspor sepanjang tahun 2010 dapat menggunakan angka tersebut dikalikan empat sehingga memberikan hasil sekitar USD144 miliar atau mungkin untuk konservatifnya dibulatkan ke bawah sehingga menjadi USD140 miliar. Jika kita menggunakan tingkat pertumbuhan lima persen saja dari ratarata ekspor tersebut, akan diperoleh angka ekspor sekitar USD150 miliar. Perkembangan tersebut berarti pertumbuhan tahunan antara 20–30 persen,suatu angka yang mungkin dianggap terlalu optimistis.
Kendati demikian, sebetulnya kalau kita melihat angka tren jangka panjang,ekspor Indonesia pada 2010 seharusnya mencapai lebih dari USD170 miliar, bahkan mungkin mendekati USD200 miliar. Ini berarti prediksi tersebut telah mencerminkan pemulihan sebagian ekspor ke tren jangka panjangnya. Perkembangan ekspor pada kuartal IV-2009 juga menunjukkan kontribusi ekspor terhadap per-tumbuhan PDB pada kuartal IV juga besar. Pertumbuhan ekspor yang mencapai hampir 24 persen pada kuartal tersebut (dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya) semakin memperkuat dugaan saya bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal terakhir tahun 2009 sangat mungkin melebihi bayangan kita.
Tugas minggu 9 " perekonomian Indonesia "
nama : Eka sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
Peranan Sektor Industri
Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan mengalahkan sector pertanian.
Di Indonesia industry dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industry besar , industry sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat.Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 1997 sebesar 4,65 % yang berarti menurun cukup tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 7,98 % pada tahun 1996; 8,22 % tahun 1995; 7,54 % tahun 1994. Sektor industri dan industri non migas mengalami kenaikan nilai tambah masing-masing sebesar 6,23 % dan 7,38 % pada tahun 1997. Pertumbuhan industri dan industri non-migas tersebut lebih rendah dari pada pertumbuhan tahun 1996 masing-masing sebesar 11,59 % dan 11,66 %. Sedangkan untuk sektor perdagangan mengalami kenaikan nilai tambah sebesar 5,46 % pada tahun 1997, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 8,0 %. Khusus perdagangan besar dan eceran pada saat yang sama tumbuh dengan laju 5,87 % yang berarti lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 7,98 %. Dengan pertumbuhan tersebut telah merubah struktur kegiatan ekonomi nasional. Pada awal Repelita VI kontribusi sector pertanian sebesar 17,29 % dan pada tahun keempat Repelita VI kontribusinya menurun menjadi 16,07 %. Pada periode yang sama sector industri dan industri pengolahan nonmigas peranannya meningkat dari masing-masing sebesar 23,35 % dan 20,62 % menjadi sebesar 25,6 % dan 22,97 %. Sementara sektor perdagangan peranannya relatif stabil yaitu 16,71 % dan 16,73 % pada periode yang sama
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
Peranan Sektor Industri
Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama dengan mengalahkan sector pertanian.
Di Indonesia industry dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industry besar , industry sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat.Namun perindustrian yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) pada tahun 1997 sebesar 4,65 % yang berarti menurun cukup tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 7,98 % pada tahun 1996; 8,22 % tahun 1995; 7,54 % tahun 1994. Sektor industri dan industri non migas mengalami kenaikan nilai tambah masing-masing sebesar 6,23 % dan 7,38 % pada tahun 1997. Pertumbuhan industri dan industri non-migas tersebut lebih rendah dari pada pertumbuhan tahun 1996 masing-masing sebesar 11,59 % dan 11,66 %. Sedangkan untuk sektor perdagangan mengalami kenaikan nilai tambah sebesar 5,46 % pada tahun 1997, lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 8,0 %. Khusus perdagangan besar dan eceran pada saat yang sama tumbuh dengan laju 5,87 % yang berarti lebih rendah dari tahun sebelumnya sebesar 7,98 %. Dengan pertumbuhan tersebut telah merubah struktur kegiatan ekonomi nasional. Pada awal Repelita VI kontribusi sector pertanian sebesar 17,29 % dan pada tahun keempat Repelita VI kontribusinya menurun menjadi 16,07 %. Pada periode yang sama sector industri dan industri pengolahan nonmigas peranannya meningkat dari masing-masing sebesar 23,35 % dan 20,62 % menjadi sebesar 25,6 % dan 22,97 %. Sementara sektor perdagangan peranannya relatif stabil yaitu 16,71 % dan 16,73 % pada periode yang sama
Tugas minggu 8 " Perekonomian Indonesia "
Nama : Eka Sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPm : 22210296
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDB
Pembangunan di Indonesia berjalan dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target. Untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi diperlukan investasi yang besar.
Karena keterbatasan tabungan nasional dalam membiayai investasi, maka investasi asing menjadi prioritas dalam menggenjot pertumbuhan. Besarnya arus modal asing, selain menggerakkan roda usaha sektor riil juga diharapkan dapat memperbesar arus perputaran uang di pasar uang, menambah kapitalisasi pasar modal/bursa saham Indonesia, serta menutup defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini selalu dialami Indonesia. Pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, serta arus masuk modal asing belum tentu menggambarkan majunya perekonomianIndonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia sebelum era krisis, tidak menggambarkan bahwa yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Justru sebaliknya, yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat. Begitu pula dengan semakin meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia tidak menunjukkan penghasilan setiap warga negara Indonesia bertambah baik. Di dalam Produk Domesti Brutto (PDB) terdapat milik orang asing yang kontribusinyacukupbesar.
Jumlah yang besar dan terus bertambah dari investasi asing di Indonesia membuktikan ketergantungan yang besar perekonomian dalam negeri terhadap luar negeri. Investasi asing bagi perekonomian riil, baik terhadap negara maupun masyarakat sangat merugikan. Banyak investasi asing yang memasuki wilayah publik serta sumber daya alam. Dengan dikuasainya aset-aset pelayanan publik ataupun industri yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pihak asing sangat dominan dalam mengatur supply dan menentukan harga
Signifikannya pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Distribusi Pendapatan maka perlu didorong lagi pertumbuhan unit-unit usaha masyarakat sehingga terjadi peningkatan dalam PDRB. Apalagi jika yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian masyarakat pribumi sehingga perlu dorongan dari pemerintah untuk unit-unit usaha yang dihasilkan masyarakat pribumi. Tidak seperti selama ini yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat dan malah usaha milik asing yang ditumbuhkan pemerintah.
Untuk meningkatkan posisi tawar kita sehingga kita menjadi raja di negeri sendiri atau tidak bergantung pada asing maka banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu menghasilkan produk (barang/jasa) yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tersebut harus disikapi dengan langkah konkret salah satunya adalah dengan cara mengadakan pelatihan tenaga kerja.
Dalam rangka untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas maka dalam hal ini Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang selaku UPT Kementerian Pertanian yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki domain di bidang pertanian menjalankan misi demi mewujudkan manusia pertanian Indonesia yang berkualitas serta berusaha untuk mewujudkan Revitalisasi Pertanian
seperti yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2004 yang lalu. Dengan menjalankan berbagai kegiatan pelatihan baik aparatur maupun non aparatur diharapkan dalam jangka panjang dapat merealisasikan Revitalisasi Pertanian sehingga sektor pertanian berkontribusi paling dominan terhadap PDB serta penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan.
Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.
kelas : 1 EB 18
NPm : 22210296
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PDB
Pembangunan di Indonesia berjalan dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target. Untuk mencapai target pertumbuhan yang tinggi diperlukan investasi yang besar.
Karena keterbatasan tabungan nasional dalam membiayai investasi, maka investasi asing menjadi prioritas dalam menggenjot pertumbuhan. Besarnya arus modal asing, selain menggerakkan roda usaha sektor riil juga diharapkan dapat memperbesar arus perputaran uang di pasar uang, menambah kapitalisasi pasar modal/bursa saham Indonesia, serta menutup defisit neraca transaksi berjalan yang selama ini selalu dialami Indonesia. Pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, serta arus masuk modal asing belum tentu menggambarkan majunya perekonomianIndonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia sebelum era krisis, tidak menggambarkan bahwa yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Justru sebaliknya, yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat. Begitu pula dengan semakin meningkatnya pendapatan perkapita Indonesia tidak menunjukkan penghasilan setiap warga negara Indonesia bertambah baik. Di dalam Produk Domesti Brutto (PDB) terdapat milik orang asing yang kontribusinyacukupbesar.
Jumlah yang besar dan terus bertambah dari investasi asing di Indonesia membuktikan ketergantungan yang besar perekonomian dalam negeri terhadap luar negeri. Investasi asing bagi perekonomian riil, baik terhadap negara maupun masyarakat sangat merugikan. Banyak investasi asing yang memasuki wilayah publik serta sumber daya alam. Dengan dikuasainya aset-aset pelayanan publik ataupun industri yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pihak asing sangat dominan dalam mengatur supply dan menentukan harga
Signifikannya pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Distribusi Pendapatan maka perlu didorong lagi pertumbuhan unit-unit usaha masyarakat sehingga terjadi peningkatan dalam PDRB. Apalagi jika yang mengalami pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki oleh sebagian masyarakat pribumi sehingga perlu dorongan dari pemerintah untuk unit-unit usaha yang dihasilkan masyarakat pribumi. Tidak seperti selama ini yang mendorong pertumbuhan adalah unit-unit usaha yang dimiliki asing dan para konglomerat dan malah usaha milik asing yang ditumbuhkan pemerintah.
Untuk meningkatkan posisi tawar kita sehingga kita menjadi raja di negeri sendiri atau tidak bergantung pada asing maka banyak hal yang harus dilakukan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia sehingga mampu menghasilkan produk (barang/jasa) yang berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia tersebut harus disikapi dengan langkah konkret salah satunya adalah dengan cara mengadakan pelatihan tenaga kerja.
Dalam rangka untuk mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas maka dalam hal ini Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang selaku UPT Kementerian Pertanian yang bergerak di bidang pelayanan pendidikan dan pelatihan yang memiliki domain di bidang pertanian menjalankan misi demi mewujudkan manusia pertanian Indonesia yang berkualitas serta berusaha untuk mewujudkan Revitalisasi Pertanian
seperti yang dicanangkan oleh Presiden SBY pada tahun 2004 yang lalu. Dengan menjalankan berbagai kegiatan pelatihan baik aparatur maupun non aparatur diharapkan dalam jangka panjang dapat merealisasikan Revitalisasi Pertanian sehingga sektor pertanian berkontribusi paling dominan terhadap PDB serta penghasil devisa terbesar bagi Indonesia.
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, untuk keseluruhan tahun 2008, sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun lalu yang sebesar 3,4%. Kinerja sektor pertanian masih ditopang oleh subsektor perkebunan dan tanaman bahan makanan. Kinerja sektor pertanian yang membaik terutama disebabkan oleh membaiknya produktivitas subsektor tanaman bahan makanan yang bersumber dari peningkatan produksi pertanian selama tahun 2008 terutama di wilayah Jawa dan Sumatera. Disamping itu, kinerja sektor pertanian tersebut didukung oleh tingginya permintaan ekspor subsektor perkebunan terutama kelapa sawit pada paruh pertama tahun 2008 di Sumatera dan Kalimantan. Pada paruh kedua 2008, pertumbuhan subsektor perkebunan melambat terutama terkait dengan turunnya permintaan ekspor dan menurunnya harga komoditas perkebunan.
Nilai Produk Domestik Brutto (PDB) Dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Sedangkan Peranan Sektor Pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.
Tugas minggu 5/6 " Perekonomian Indonesia"
Nama : Eka Sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
DATA KEMISKINAN DI INDONESIA
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
PENDAPATAN PERKAPITA INDONESIA
Pendapatan Perkapita Indonesia Naik 13% menjadi Rp27 Juta
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2010 mencapai US$3.004,9 atau Rp27 juta. Ini meningkat 13 persen ketimbang PDB per kapita 2009 yang sebesar Rp23,9 juta atau US$2.349,6.
pertumbuhan ekonomi 6,1%, lapangan kerja baru tercipta sebanyak 548 ribu dari setiap 1% pertumbuhan ekonomi.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan di 2010 mencapai Rp2.310,7 triliun, sedangkan di 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp2.177,7 triliun dan Rp 2.082,5 triliun. Dan bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB di 2010 naik sebesar Rp819 triliun, yaitu dari Rp5.603,9 triliun di 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun di 2010.
Perbandingan pendapatan perkapita Indonesia dengan Negara asean
Dalam estimasi World bank pada oktober 2010 , pada 2010 daftar GDP pendapatan perkapita Negara asean dalam international dollar:
• Indonesia : 4380
• Myanmar : 1246
• Laos : 2435
• Malaysia : 14.603
• Thailand : 8643
• Brunei Darussalam : 42,200
• Vietnam : 3123
• Kamboja : 2086
• Singapur :57,238
Indonesia menduduki peringkat ke- 5 , yang tertinggi di pegang oleh Singapure dan terendah di duduki Myanmar
PROGRAM PEMERINTAH MENANGGULANGI KEMISKINAN
Presiden mengatakan, untuk menurunkan kemiskinan, selama ini pemerintah telah memiliki program pemberian fasilitas dan bantuan pemerintah yang terbagi dalam tiga kluster, yakni bantuan langsung masyarakat, PNPM mandiri, serta kredit usaha rakyat . Enam progam yamg akan di jalankan saat ini :
1. Program rumah sangat murah: Dibagi menjadi rumah sangat murah dan rumah murah Rumah sangat murah, ditujukan bagi rakyat berkategori sangat miskin dan akan dihargai Rp 5-10 juta. Pembiayaannya sendiri nantinya dapat diambilkan dengan dana bantuan BUMN, CSR perusahaan swasta, ataupun varian dari itu. Hunian itu dapat menjadi rumah sementara bagi rakyat sebelum menempati hunian yang lebih baik.
2. Program angkutan umum murah: untuk penumpang dan barang, harga kendaraan umum paling murah adalah 120 juta, kalau bisa menggunakan energi listrik yang bisa di-switch. Ini diutamakan untuk angkutan umum perdesaan.
3. Program air bersih untuk rakyat: Tidak ada lagi krisis air di daerah tandus dan sebagainya. Sasaran tidak ada lagi krisis air di tahun 2025. Panduan proyek PU dan PNPM. Alokasi dari APBN.
4. Program listrik murah dan hemat: Mengurangi secara signifikan penggunaan BBM sebagai sumber daya listrik. Positif bagi bagi pengurangan subsidi. Program pengadaan bohlam hemat murah untuk rumah tangga. Perluasan energi surya melalui teknologi terkini yang relatif murah. Percepatan elektrifikasi desa,
5. Program peningkatan kehidupan nelayan: Pembuatan rumah sangat murah. Pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga dan nelayan. Skema UKM dan KUR. Pembangunan SPBU solar. Pembangunan cold storage. Angkutan umum murah. Fasilitas sekolah dan puskesmas. Fasilitas bank rakyat.
6. Program peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan: Pembangunan rumah sangat murah. UMK dan KUR untuk pekerjaan. Upaya relokasi jika kondisi sangat buruh, pinggir sungan dan sebagainya. Fasilitas khusus untuk sekolah dan puskesmas.
kelas : 1 EB 18
NPM : 22210296
DATA KEMISKINAN DI INDONESIA
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia) pada Bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Bulan Maret 2008 yang berjumlah 34,96 juta (15,42 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.
Selama periode Maret 2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang.
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Bulan Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan. Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Bulan Maret 2009, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 73,57 persen.
Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, gula pasir, telur, mie instan, tahu dan tempe. Untuk komoditi bukan makanan adalah biaya perumahan, biaya listrik, angkutan dan minyak tanah.
Pada periode Maret 2008-Maret 2009, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
PENDAPATAN PERKAPITA INDONESIA
Pendapatan Perkapita Indonesia Naik 13% menjadi Rp27 Juta
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada 2010 mencapai US$3.004,9 atau Rp27 juta. Ini meningkat 13 persen ketimbang PDB per kapita 2009 yang sebesar Rp23,9 juta atau US$2.349,6.
pertumbuhan ekonomi 6,1%, lapangan kerja baru tercipta sebanyak 548 ribu dari setiap 1% pertumbuhan ekonomi.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan di 2010 mencapai Rp2.310,7 triliun, sedangkan di 2009 dan 2008 masing-masing sebesar Rp2.177,7 triliun dan Rp 2.082,5 triliun. Dan bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB di 2010 naik sebesar Rp819 triliun, yaitu dari Rp5.603,9 triliun di 2009 menjadi sebesar Rp6.422,9 triliun di 2010.
Perbandingan pendapatan perkapita Indonesia dengan Negara asean
Dalam estimasi World bank pada oktober 2010 , pada 2010 daftar GDP pendapatan perkapita Negara asean dalam international dollar:
• Indonesia : 4380
• Myanmar : 1246
• Laos : 2435
• Malaysia : 14.603
• Thailand : 8643
• Brunei Darussalam : 42,200
• Vietnam : 3123
• Kamboja : 2086
• Singapur :57,238
Indonesia menduduki peringkat ke- 5 , yang tertinggi di pegang oleh Singapure dan terendah di duduki Myanmar
PROGRAM PEMERINTAH MENANGGULANGI KEMISKINAN
Presiden mengatakan, untuk menurunkan kemiskinan, selama ini pemerintah telah memiliki program pemberian fasilitas dan bantuan pemerintah yang terbagi dalam tiga kluster, yakni bantuan langsung masyarakat, PNPM mandiri, serta kredit usaha rakyat . Enam progam yamg akan di jalankan saat ini :
1. Program rumah sangat murah: Dibagi menjadi rumah sangat murah dan rumah murah Rumah sangat murah, ditujukan bagi rakyat berkategori sangat miskin dan akan dihargai Rp 5-10 juta. Pembiayaannya sendiri nantinya dapat diambilkan dengan dana bantuan BUMN, CSR perusahaan swasta, ataupun varian dari itu. Hunian itu dapat menjadi rumah sementara bagi rakyat sebelum menempati hunian yang lebih baik.
2. Program angkutan umum murah: untuk penumpang dan barang, harga kendaraan umum paling murah adalah 120 juta, kalau bisa menggunakan energi listrik yang bisa di-switch. Ini diutamakan untuk angkutan umum perdesaan.
3. Program air bersih untuk rakyat: Tidak ada lagi krisis air di daerah tandus dan sebagainya. Sasaran tidak ada lagi krisis air di tahun 2025. Panduan proyek PU dan PNPM. Alokasi dari APBN.
4. Program listrik murah dan hemat: Mengurangi secara signifikan penggunaan BBM sebagai sumber daya listrik. Positif bagi bagi pengurangan subsidi. Program pengadaan bohlam hemat murah untuk rumah tangga. Perluasan energi surya melalui teknologi terkini yang relatif murah. Percepatan elektrifikasi desa,
5. Program peningkatan kehidupan nelayan: Pembuatan rumah sangat murah. Pekerjaan alternatif dan tambahan bagi keluarga dan nelayan. Skema UKM dan KUR. Pembangunan SPBU solar. Pembangunan cold storage. Angkutan umum murah. Fasilitas sekolah dan puskesmas. Fasilitas bank rakyat.
6. Program peningkatan kehidupan masyarakat pinggir perkotaan: Pembangunan rumah sangat murah. UMK dan KUR untuk pekerjaan. Upaya relokasi jika kondisi sangat buruh, pinggir sungan dan sebagainya. Fasilitas khusus untuk sekolah dan puskesmas.
Sabtu, 02 April 2011
Tugas 4 "perekonomian Indonesia"
Nama : Eka Sari Tilawati
kelas : 1 EB 18
NPm : 22210296
DATA PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAHAN BERJALAN DI BPS
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu target penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional agar tercapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004).
PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA ORDE BARU SAMPAI SAAT INI
Selama tahun 1996-1997, pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dengan ukuran pendapatan nasional perkapita tahun 1968 sebesar US$ 60 dan akhir tahun 1980-an sebesar US$ 500. Perumbuhan ekonomi 7-8% selama tahun 1970-an dan menurun 3-4% dalam tahun 1980-an. Perkonomian nasional bergantungan valas dari ekspor barang primer (minyak dan pertanian). Pemasukan valas ini bergantung pada:
a. Kondisi pasar internasional komoditi tersebut.
b. Harga komoditi tersebut.
c. Pertumbuhan ekonomi dunia (Jepang, USA dan Eropa merupakan pasar utama Indonesia).
Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun, sejak PELITA I dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7-8% selama 1970-an dan turun ke 3-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem ekonomi terbuka, goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti Jepang, AS, dan Eropa Barat yang merupahkan pasar penting ekspor Indonesia. Dampak negatif dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama 1982-1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunia lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku (sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor Negara-negara maju).
Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hinngga 3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas 8%. Indonesia dihantam oleh krisis 1997/1998 dengan pertumbuhan negatif hingga 13,1%. Setahun setelah itu, ekonomi Indonesia mengalami pemulihan yang hanya 0,8%.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan pada peningkatan PDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatatsekitar 4,8 juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1420 dalar AS.
Tahun 1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penurunan yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%. Komponen AD yang paling besar penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%. Besarnya penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negative pada tahun 2002.
FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang:
• Kuantitas dan kualitas SDM
• Kapital
• Teknologi
• Bahan Baku
• Entrepreunership dll
Untuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek :
Faktor Internal (Ekonomi dan non ekonomi)
• Fundamental ekonomi yang buruk.
• Kondisi sosial, politik, keamanan dalam negeri yang tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi.
Faktor Eksternal
• Kondisi perdagangan dan perekonomian internasional.
• Pertumbuhan ekonomi kawasan.
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :
1. Faktor produksi.
2. Faktor investasi.
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran.
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi.
5. Faktor keuangan negara.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
• Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
• Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah.
• Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan.
• Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus.
• Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
• Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
• Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan.
• Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor.
kelas : 1 EB 18
NPm : 22210296
DATA PERTUMBUHAN EKONOMI PEMERINTAHAN BERJALAN DI BPS
PERTUMBUHAN STRUKTUR EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu target penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional agar tercapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah kenyataan bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat perkapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial (ADB, 2004).
PERTUMBUHAN EKONOMI SELAMA ORDE BARU SAMPAI SAAT INI
Selama tahun 1996-1997, pertumbuhan ekonomi relatif tinggi dengan ukuran pendapatan nasional perkapita tahun 1968 sebesar US$ 60 dan akhir tahun 1980-an sebesar US$ 500. Perumbuhan ekonomi 7-8% selama tahun 1970-an dan menurun 3-4% dalam tahun 1980-an. Perkonomian nasional bergantungan valas dari ekspor barang primer (minyak dan pertanian). Pemasukan valas ini bergantung pada:
a. Kondisi pasar internasional komoditi tersebut.
b. Harga komoditi tersebut.
c. Pertumbuhan ekonomi dunia (Jepang, USA dan Eropa merupakan pasar utama Indonesia).
Melihat kondisi pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan orde baru (sebelum krisis ekonomi 1997) dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang sepektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Yang umum digunakan adalah tingkat PN perkapita dan laju pertumbuhan PDB pertahun. Pada tahun 1968 PN per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60.
Namun, sejak PELITA I dimulai PN Indonesia perkapita mengalami peningkatan relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata pertahun juga tinggi 7-8% selama 1970-an dan turun ke 3-4% pertahun selama 1980-an. Selama 70-an dan 80-an, proses yang cukup serius, yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, seperti merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan 1980-an dan resensi ekonomi dunia pada dekade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem ekonomi terbuka, goncangan-goncangan eksternal seperti itu sangat terasa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas primer maupun barang-barang industri maju, seperti Jepang, AS, dan Eropa Barat yang merupahkan pasar penting ekspor Indonesia. Dampak negatif dari resensi ekonomi dunia tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam laju perumbuhan ekonomi selama 1982-1988 jauh lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya. Karena pengalaman menujukan bahwa biasanya resensi ekonomi dunia lebih mengakibatkan permintaan dunia berkurang terhadap bahan-bahan baku (sebagian besar di ekspor oleh NSB) daripada permintaan terhadap barang-baraang konsumsi, seperti alat-alat rumah tangga dari elektronik dan mobil (yang pada umumnya adalah ekspor Negara-negara maju).
Pada saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya, yakni tahun 1998, laju pertumbuhan PDB jatuh dratis hingga 13,1%. Namun, padatahun 1999 kembali positif walaupun kecil sekitar 0,8% dan tahun 2000 ekonomi Indonesia sampai mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5%. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot hinngga 3.8% akibat gejolak politikyang sempat memanas kembali dan pada tahun 2007 laju pertumbuhan tercatat sedikit diatas 6%.
Antara tahun 1990 hingga setahun menjelang krisis ekonomi, ekonomi indonesia tumbuh rata-rata pertahun diatas 8%. Indonesia dihantam oleh krisis 1997/1998 dengan pertumbuhan negatif hingga 13,1%. Setahun setelah itu, ekonomi Indonesia mengalami pemulihan yang hanya 0,8%.
Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin membaik setelah 1998 tercerminkan pada peningkatan PDB perkapita atas dasar harga berlaku tercatatsekitar 4,8 juta rupiah. Tahun 1999 naik menjadi 5,4 juta rupiah dan berlangsung sehingga mencapai sekitar 10,6 juta rupiah tahun 2004, perkapita Indonesia pada tahun 2006 mencapai 1420 dalar AS.
Tahun 1998, sebagai akibat dari krisis ekonomi, semua komponen pengeluaran mengalami penurunan yang maengakibatkan kontraksi AD sekitar 13%. Komponen AD yang paling besar penurunannya selama 1998 adalah pembentukan modal bruto (investasi) yang merosot sekitar 33,01% dibandingkan kontraksi dari pengeluara konsumsi swasta (rumah tangga) sebesar 6,40% dan pengeluaran pemerintah sekitar 15,37%. Besarnya penurunan investasi tersebut juga kelihatan jelas dari penurunan persentasenya terhadap PDB pada tahun 2000 pertumbuhan investasi (tidak termasuk perubahan stok) sempat mencapai hampir 18%, namun setelah itu merosot terus hingga negative pada tahun 2002.
FAKTOR PENENTU PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang:
• Kuantitas dan kualitas SDM
• Kapital
• Teknologi
• Bahan Baku
• Entrepreunership dll
Untuk pertumbuhan ekonomi jangka pendek :
Faktor Internal (Ekonomi dan non ekonomi)
• Fundamental ekonomi yang buruk.
• Kondisi sosial, politik, keamanan dalam negeri yang tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi.
Faktor Eksternal
• Kondisi perdagangan dan perekonomian internasional.
• Pertumbuhan ekonomi kawasan.
Adapun faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia, secara umum adalah :
1. Faktor produksi.
2. Faktor investasi.
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran.
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi.
5. Faktor keuangan negara.
PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Struktur perekonomian adalah komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier.
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
• Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
• Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah.
• Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan.
• Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus.
• Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
• Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
• Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan.
• Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor.
Langganan:
Postingan (Atom)